Menurut INRIX Global Traffic Scorecard, pada 2017 Jakarta menempati ranking 12 kota termacet di dunia, naik dari posisi 22 pada tahun 2016. Kemacetan tersebut membuat warga DKI Jakarta harus menghabiskan waktu berjam-jam di kendaraan setiap hari.
Adapun menurut Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, kemacetan ini telah menimbulkan kerugian US$ 5 miliar atau setara dengan Rp 67,5 triliun per tahun.
Oleh sebab itu, moda transportasi massal menjadi salah satu concern pemerintah untuk mengurangi kemacetan, khususnya di wilayah DKI Jakarta. Adanya MRT akan menambah pilihan moda transportasi massal yang sudah ada, yaitu KRL dengan kapasitas 1,2 juta orang per hari dan Busway dengan kapasitas 1 juta orang per hari.
Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani menilai, MRT dapat memangkas waktu tempuh perjalanan secara signifikan sehingga dapat menekan efisiensi dalam menempuh perjalanan masyarakat Kota Jakarta.
"Ini betul-betul akan mentransformasikan Indonesia khususnya Jakarta akan menjadi modern," katanya saat meninjau proyek MRT dari Stasiun Bundaran Hotel Indonesia hingga Stasiun Lebak Bulus, (06/03/2019).
Selisih waktu tempuh tersebut, menurut Menkeu, dapat dimanfaatkan untuk hal yang lebih produktif seperti bekerja, mengembangkan potensi diri, dan berolah raga (work-life balance).
Selain itu, lanjut dia, pembangunan MRT juga memberikan keuntungan lain. Misalnya, perpindahan penggunaan transportasi dari kendaraan pribadi ke transportasi publik dapat mengurangi penggunaan bahan bakar minyak (BBM), mengurangi kemacetan, mengurangi polusi udara di Jakarta, dan menyumbang pertumbuhan ekonomi Indonesia, seperti peningkatan tenaga kerja (baik selama pembangunan dan operasional MRT), pengembangan hunian terjangkau, serta pertumbuhan nilai properti dalam kawasan.
Menkeu juga menilai, pembangunan MRT dapat terealisasi karena menggunakan pendekatan ekonomi, yaitu dapat memangkas waktu tempuh perjalanan. "Feasibility study yang sudah ada sejak tahun 1990 hanya fokus pada soal finansial khususnya untung-rugi sehingga membuat proyek ini tidak dapat terealisasi selama 30 tahun," ujarnya.
Pendanaan proyek MRT Fase I dan II berasal dari 49% Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (on-granting) dan 51% APBD Pemerintah Provinsi DKI (on-lending). Meskipun terlihat besar, jika dibandingkan dengan jumlah BBM yang harus dihabiskan dengan kendaraan pribadi, pembangunan MRT diyakini Menkeu dapat menekan inefisiensi.
Sementara itu, saat ini 99% persiapan di stasiun bawah tanah dan depo serta stasiun layang MRT sudah selesai. Setelah beroperasi, proyek senilai Rp 16 triliun ini akan memiliki 16 rangkaian kereta dengan enam gerbong di setiap rangkaian perjalanan dan dapat menampung 1.200 hingga 1.800 orang per rangkaian.
Sumber : https://swa.co.id/swa/trends/segera-beroperasi-menkeu-yakin-mrt-bisa-tekan-inefisensi
Editor : Eva Martha Rahayu
ingin bersih-bersih namun tidak mempunyai waktu luang? serahkan kepada kami, jasa bersih kost dan rumah jogja